20 September, 2008

Tragedy and Irony ...

Bulan Ramadhan adalah bulan yang baik untuk menebar kebajikan kepada sesama. Saya yakin hal itu juga yang melatarbelakangi niat keluarga H. Syaikon di Pasuruan untuk membagi zakat maal nya kepada saudara-saudara yang membutuhkan. Hingga musibah itu terjadi, tak seorangpun merencanakannya. Keluarga H. Syaikon mengundang para penerima zakat untuk menerima langsung zakat maal, dan bukan melalui BAZIZ. Pilihan ini tidak bisa dipersalahkan, karena sistem pembagian zakat dan sedekah merupakan hak mutlak bagi individu yang mengeluarkannya.

Namun ternyata jumlah warga yang datang ribuan, berbondong-bondong dan berdesak-desakan, tidak ubahnya pembagian Bantuan Langsung Tunai. Kondisi ini diperparah warga tidak bisa antri sehingga akhirnya memakan korban jiwa dan luka-luka akibat terdorong dan terinjak-injak. Sangat mencengangkan sekaligus memilukan melihatnya. Tuntutan ekonomi semata ataukah tuntutan duniawi yang membuat mereka rela berpelu-peluh datang dari jauh dengan berdesak-desakan untuk mendapatkan uang Rp 30,000 dari seorang kaya yang mau berbagi hartanya?

Komentar pun silih berganti, mencari siapa yang patut dipersalahkan. Tragisnya dalam kejadian tersebut, si pemberi zakat dijadikan tersangka dan bisa dikenakan hukuman maksimal 5 tahun penjara jika terbukti bersalah. Ada ulama yang mengecam tindakan pemberi zakat tersebut sebagai riya semata. Sementara Coorporate Secretary Badan Amal Zakat Al-Azhar di okezone.com mengatakan "Tragedi zakat di Pasuruan itu namanya pameran kebajikan,". Yang paling saya sesalkan adalah komentar dari Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah yang saya kutip dari okezone.com, yang mengatakan "Manajemennya brengsek. Hanya Rp30 ribu dan Rp10 ribu (yang dibagikan). Jadi totalnya hanya Rp50 juta, terlalu kecil".

Tak seorangpun berhak men-judge besar kecilnya pemberian dari seseorang, hanya kita dan Tuhan yang tau kemampuan kita. Pun tidak semua orang kaya mau bermurah hati berbagi hartanya. Sementara Rp 30,000 yang mungkin dianggap kecil bagi sebagian orang, mungkin berarti besar bagi mereka yang membutuhkan untuk sekedar menyambung hidup beberapa hari.

Daripada saling menyalahkan, lebih baik dicari akar masalahnya. Bisa jadi memang manajemen pembagian zakatnya harus diperbaiki, tapi pemerintah juga perlu meyakinkan masyarakat bahwa BAZIZ bisa menjadi perpanjangan tangan masyarakat yang ingin memberikan zakatnya. Sebaliknya, para penerima zakat juga seyogyanya bisa menghargai mereka yang memberikan zakat, dengan tertib mengantri. Untuk itu perlu dukungan dari para Ulama untuk memberikan pengertian kepada mereka.

Barangkali cara ini bisa digunakan sebagai alternatif untuk berbagi rezeki, yaitu bukan dengan memberikannya kepada ribuan orang sekligus dalam bentuk ikan, melainkan memberikannya kepada lebih sedikit orang dalam bentuk umpan, supaya bisa digunakan sebagai sumber penghasilan dan lebih bermanfaat untuk jangka panjang.

Sebuah pelajaran berharga bagi kita semua

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Sangat menyedihkan memang. Disaat keprihatinan ditengah jerat kemiskinan, bulan ramadhan penuh berkah, dan terjadi musibah seperti ini, begitu banyak komentar dari banyak pihak maupun petinggi negara yang malah cenderung mencari kambing hitam, maupun mencela,merasa mampu berbuat lebih tapi tidak berbuat apa-apa.

Speechless deh..rasanya sulit dipercaya ada orang seperti itu didunia ini..

diajeng any mengatakan...

Pelajaran juga buat kita jadi lebih menghargai setiap rejeki yang diberikan kepada kita. 30 rb yang sepertinya sebesar ongkos sekali makan di jakarta ternyata sangat berarti ..

Posting Komentar