23 September, 2008

Untuk Yang Tercinta ...

Setiap pagi saya melewati rutinitas yang sama. Bangun pagi, merapihkan tempat tidur, menyapu rumah, mandi dengan air hangat yang disiapkan oleh Bapak, berbenah dan berangkat ke sekolah. Kali ini rambut saya dikepang dua mengikuti kakak saya, mba Dhe, yang rambutnya juga dikepang dua. Usia kami hanya terpaut 2.5 tahun, sehingga saya suka mengikuti apa saja yang mba Dhe lakukan.

Kami berjalan kaki menuju sekolah yang jaraknya kira-kira 1.5 km dari rumah. Cukup jauh untuk anak seusia saya waktu itu 8 tahun .. ditambah jalannya yang menanjak .. sambil menjinjing tas berisi buku-buku pelajaran dan jas hujan yang baru dibelikan bapak minggu sebelumnya.

Lega rasanya ketika melihat gerbang sekolah sudah dekat .. Saking senangnya saya berlari sekencang-kencangnya hingga tidak menyadari ada batu sebesar kepalan tangan orang dewasa di depan saya. Tiba-tiba badan mungil saya sudah melayang dan sesaat kemudian tersungkur dengan posisi face to face dengan tanah. .. puff …

Ketika perih mulai terasa di sekujur tubuh, tangan lembut mba Dhe mencoba membangunkan saya. Dia membersihkan luka-luka di kaki dan tangan saya, dan bilang, “Jangan nangis Diajeng, kan tadi lari maunya sendiri .. nanti mba obatin.” Lalu didudukkannya saya di samping gerbang sekolah. Saya menahan perih sambil menanti mba Dhe yang menuju UKS untuk mengambil kapas, alkohol, dan obat merah. Dengan penuh kasih sayang diobatinya luka saya, sambil sesekali membuat guyonan untuk melupakan rasa sakit. Dan begitulah hari itu saya tidak jadi bersekolah. Mba meminta ijin ke bu guru untuk mengantarkan saya pulang. Kami naik dokar yang kebetulan lewat waktu itu sampai rumah ..

…………..

Ketika mulai menginjak remaja, mba Dhe adalah role model saya. Kepintarannya menari, menyanyi, bermain musik, tennis, memimpin regu pramuka, dsb membuat saya ingin bisa semua yang mba bisa. Kami les menari bersama, les nyanyi bersama, les tennis dan musik bersama, tapi saya tidak pernah bisa sehebat dia. Mungkin karena faktor bakat, dia lebih berbakat dibanding saya.

Kemudian suatu ketika setelah memiliki 3 orang anak, mba sempat bertanya-tanya, “Kira-kira anak-anakku bakatnya masing-masing apa ya? Nanti Tante Any yang ngajarin anak-anakku bahasa Inggris loh ya .. kan mamanya dah lama nggak cas cis cus .. trus nanti minta tolong juga difotoin anak-anakku ya Tante .. lalu minta tolong dikirimin ke lomba-lomba .. biar berani tampil ..”

………….

Rupanya itu adalah salah satu pesan terakhir mba Dhe sebelum beliau meninggalkan kami. Waktu itu di suatu siang dengan suaranya yang lemah dan bergetar, mba telfon saya “Jeng .. telp aku balik ya .. penting!” Posisi saya di Jakarta waktu itu dan mba di Boyolali, setelah 2 bulan sebelumnya melahirkan disana.

“Aku diminta untuk bed rest sama dokter, karena ada pembengkakan dinding jantung. Kata dokter masih stadium awal, tapi kenapa ya mandi pun nggak boleh kalau pakai gayung, harusnya pakai shower. Kalau parah, kenapa tidak disarankan untuk opname ya? Bahkan bermain dan nggendong anak-anak juga nggak boleh … " Lalu dengan suaranya yang tercekat dia bilang, "Jeng .. aku masih kepingin nungguin anak-anak .. “ Sampai disitu dia tak kuasa melanjutkan kata-katanya, ada kesedihan yang mendalam. Jantung saya seperti tidak berdegup lagi, lemas rasanya seluruh badan .. saya rasakan sebuah firasat dari suaranya yang coba saya buang jauh.

Saya mencoba menghiburnya sambil menahan sesuatu yang tercekat di tenggorokan saya, “Insyaallah setelah cukup bed rest nanti, Mba bisa lekas sembuh.” Lalu kami membicarakan mengenai alternative berobat secara herbal supaya tetap bisa menyusui anaknya yang baru lahir.

Sebelum menutup telfon, sekuat tenaga menahan getir saya katakan, “ … I love you Ma .. “ dan dia membalas dengan suara bergetar di ujung telp “I love you too Tante .. ”. Lalu 2 hari kemudian di pagi hari, 2 tahun yang lalu, sebuah telfon mengabarkan bahwa mba Dhe, kakak tercinta saya, my idol, my hero, telah dipanggil Yang Kuasa selepas subuh, setelah menyusui anaknya. Di usianya yang masih muda, 31 tahun saat itu ... rasanya sulit sekali percaya.

Kami belum cukup berusaha untuk kesembuhannya .. bagaimana mungkin, ini terlalu mendadak? Dan kenapa Rumah Sakit menolak mentah-mentah ketika mba dibawa ke Rumah Sakit dalam kondisi kritis pagi itu, dengan alasan Rumah Sakit penuh, bahkan dilihat pun tidak? Kenapa Dokter tidak bilang saat periksa seminggu sebelumnya kalau kondisinya sudah sangat kritis dan perlu opname? Segudang pertanyaan dan rasa sesal berkecamuk di fikiran kami waktu itu. Mba Dhe teramat muda untuk meninggalkan kami dan tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Tapi akhirnya kami pasrahkan semua pada yang Diatas .. kami mohon diberi kekuatan untuk bisa menerima semuanya .. karena Allah pasti sudah memiliki rencana. Semoga ini yang terbaik untuk mba Dhe. Insyaallah kami ikhlas ..

Di bulan suci ini, kami berdoa untuk mba Dhe dan Bapak yang sudah terlebih dahulu dipanggil oleh Allah, semoga diampuni dosa-dosanya dan diberi tempat yang terbaik disisi-Nya. Semoga kami bisa meneruskan cita-cita mba Dhe dan Bapak, dan anak-anak bisa tumbuh menjadi anak yang sholeh/sholihah, yang selalu ingat untuk mengirimkan doa untuk mba Dhe hingga mereka besar nanti. Kami semua (Mami, Tante, anak-anak, mas Budi) baik-baik saja disini. Sekarang anak-anak sudah punya ibu baru Ma .. yang insyaallah menyayangi mereka seperti anak sendiri. Rayhan sudah TK B, adik Khansa mulai masuk Play Group. Adik Nashwa juga tahun depan nyusul kakak-kakaknya sekolah. Dan Tante Any sudah menikah dengan Om Adhi seperti doa Mama dan Bapak dulu.

Teriring doa dan cinta kami selalu untuk Mama dan Bapak. We love you and will always love you ..

5 komentar:

Boo mengatakan...

she's so beautiful..
she's always beautiful..

Anonim mengatakan...

hfff...
pasti berat ya Mbak..
Tapi salut untuk ketegaran dan keikhlasan Mbak Any dan keluarga.

May she rest in peace now.

diajeng any mengatakan...

amin .. thanks Ki ..

Henny mengatakan...

berat ya kehilangan orang yang disayangi An... muda sekali ya, untuk aku yang sudah melebihi umurnya Mbak (Alm) sepatutnya bersyukur karena masih diberi kesehatan oleh Allah untuk menjaga dan mendidik anak-anak ku ya.... sebuah pelajaran hidup yang berharga untuk kita yang masih ada ...

Semoga keponakan2 kecil yang ditinggalkan tetap tegar, tabah dan bahagia menjalani hidup tanpa Mama ya... amiiin

diajeng any mengatakan...

terima kasih uni .. amin .. cukup berat di awalnya, tapi insyaallah kita bisa mengikhlaskannya .. dan life must go on .. with her spirit and love in our heart

Posting Komentar